Minggu, 16 Juni 2013

Sejarah Kabupaten Karo Zaman Kemerdekaan



Kabar-kabar angin bahwa Belanda akan melancarkan agresi I militernya terhadap Negara Kesatuan Republik  Indonesia kian semakin santer, puncaknya, pagi tanggal 21 Juli 1947, Belanda melancarkan serangan ke seluruh sektor pertempuran Medan Area. Serangan ini mereka namakan “Polisionel Actie” yang sebenarnya suatu agresi militer terhadap Republik Indonesia yang usianya baru mendekati 2 tahun.


Pada waktu kejadian itu Wakil Presiden Muhammad Hatta berada di Pematang Siantar dalam rencana perjalanannya ke Banda Aceh. Di Pematang Siantar beliau mengadakan rapat dengan Gubernur Sumatera  Mr. T. Muhammad Hasan. Dilanjutkan pada tanggal 23 Juli 1947 di Tebing Tinggi. Pada arahannya dengan para pemimpin-pemimpin perjuangan,  wakil presiden memberikan semangat untuk terus bergelora melawan musuh dan memberi petunjuk dan arahan menghadapi agresi Belanda yang sudah dilancarkan 2 hari sebelumnya. Namun Wakil Presiden membatalkan perjalanan ke Aceh dan memutuskan kembali ke Bukit Tinggi, setalah mendengar jatuhnya Tebing Tinggi, pada tanggal 28 Juli  1947. Perjalanan Wakil Presiden berlangsung di tengah berkecamuknya pertempuran akibat adanya serangan-serangan dari pasukan Belanda.

Religi Rakyat Karo Zaman Dulu



Kesain Rumah Derpih
 Dalam hal alam pemikiran dan kepercayaan, orang Karo (yang belum memeluk agama Islam atau Kristen) erkiniteken (percaya) akan adanya Dibata (Tuhan) sebagai maha pencipta segala yang ada di alam raya dan dunia. Menurut kepercayaan tersebut Dibata yang menguasai segalanya itu terdiri dari
1.                          Dibata Idatas atau Guru Butara Atas yang menguasai alam raya/langit.
2.                          Dibata Itengah atau Tuan Paduka Niaji yang menguasai bumi atau dunia.
3.                          Dibata Iteruh atau Tuan Banua Koling yang menguasai di bawah atau di dalam bumi.
Dibata ini disembah agar manusia mendapatkan keselamatan, jauh dari marabahaya dan mendapatkan kelimpahan rezeki. Mereka pun percaya adanya tenaga gaib yaitu berupa kekuatan yang berkedudukan di batu-batu besar, kayu besar, sungai, gunung, gua, atau tempat-tempat lain. Tempat inilah yang dikeramatkan.
Dalam hal ini Dibata yang menguasai baik alam raya/langit, dunia/bumi, atapun di dalam tanah- disembah maka permintaan akan terkabul. Karena itu masyarakat yang berkepercayaan demikian melakukan berbagai variasi untuk melakukan penyembahan. Mereka juga percaya bahwa roh manusia yang masih hidup yang dinamakan “Tendi“, sewaktu-waktu bisa meninggalkan jasad/badan manusia.

Makanan Khas Karo : Pagit-Pagit khas karo



Pagit-pagit, merupakan salah satu makanan dari Tanah Karo. Kini, seiring berkembangnya zaman, makanan yang terbuat dari daging lembu, kambing, atau kerbau ini mulai pudar di masyarakat, dikarenakan tidak semua orang Karo bisa membuatnya.

Salah satu kendala dalam membuat jenis makanan ini adalah rasanya yang tidak sesuai dengan lidah, dikarenakan takaran bumbu yang tidak sesuai. “Makanan Karo pada umumnya memiliki bumbu dapur yang lengkap dan bau nya sangat tajam, ini yang menjadi identik pada makanan Karo,” ujar Ros Sinulingga, salah satu yang mengabadikan makanan ini hingga ke Tanah Jawa. Menurutnya, kendala lain dalam membuat makanan ini yaitu pemilihan daging. “Daging yang diambil bagian dalam dari lembu atau kambing,” ungkap Ros. Dan disinilah biasanya yang membuat makanan pagit-pagit gagal, karena bau yang ditimbulkan dari daging tersebut.

sekali lagi Karo bukan Keturunan si Raja Batak



Batak sering disebut sebagai salah satu suku bangsa di Indonesia. Nama batak itu sendiri sering dijadikan rujukan untuk mengidentisifikasikan beberapa suku bangsa yang bermukim dan berasal dari Tapanuli dan Sumatera Utara.
Adapun suku bangsa yang dikategorikan sebagai Batak adalah, Karo, Pakpak, Toba, Simalungun, Mandailing, dan Angkola.

Namun bila ditinjau dari segi sejarah, maka anggapan Karo adalah bagian dari Batak merupakan presepsi yang sangat keliru.

Kutipan tulisan dari koran Suara Pembaruan dengan judul “Siapakah Orang Batak Itu?” yang terbit pada 29 Januari 2005, menyebutkan bahwa benar, bangsa Batak adalah keturunan langsung dari si Raja Batak.

Si Raja Batak pada tulisan itu diperkirakan hidup di sekitar tahun 1200 (awal abad ke-13). Batu bertulis (prasasti) di Portibi bertahun 1208 yang dibaca Prof Nilakantisasri (Guru Besar Purbakala dari Madras, India) menjelaskan bahwa pada tahun 1024 kerajaan Cola dari India menyerang Sriwijaya yang menyebabkan bermukimnya 1.500 orang Tamil di Barus.

Cerita Rakyat Karo CINCIN PINTA PINTA



Lit mekap nina turi-turin si adi. Kuta si tergelar Juma Raja, tersinget me kap kerna Pengulu Juma Raja si sehkel jagona erjudi, melala enggo harta i pepulungna perban menang rusur erjudi. Gia Pengulu e mbue hartana tapi la lit anak i pupus kemberahenna. Enggo ndekah Pengulu e ersura-sura gelah lit min anak i tengah-tengah jabuna, tapi aminna enggo gia bage lenga bo ibere Dibata sura-surana. Bas sada berngi ernipi me kemberahen, lanai ndekah nari lit anak ipupusna. Tuhu senang kel ukur kemberahen, pepagi warina ikatakenna nipina e man Pengulu. Tuhu kai sinipiken kemberahen sebab lanai ndekahsa, menuli kula kemberahen janah ipupusna me sada anak diberu si mejile kel rupana bali ras nandena.

Wari tande ku wari, bulan tande ku bulan, anak diberu e reh galangna. Tersinget me kap kerna Pengulu, talu rusur erjudi enggo keri kerina harta bas jabuna, utangna pe mbue. Perban talu rusur erjudi perangaina pe lanai bagi si gelgel. Anakna si tonggal rusur me irawaina, tempa-tempa perban anak e nge ia rusur talu erjudi. Perban talu rusur erjudi janah utang si belang-belang terpaksa Pengulu ras kemberahenna bagepe anakna lawes i kuta e nari itadingkenna kesain si mbelang. Sedakkel nge pusuh peraten kemberahen perban ulah perbulangenna tapi uga ibahan ia labo kap pang ngolang-ngolangi kebiasaan Pengulu erjudi. Enggo ndauh kalak enda erdalan, piga-piga kuta enggo terlewati, seh me Pengulu ras kemberahen bage pe anak e i tengah-tengah kerangen rimbun raya si seh kel angkerna, sebab labo pernah pang jelma reh ku je. Ipajekken Pengulu me sada sapo si kitik-kitik inganna tading, nakanna ibuatna bulung-bulung bagepe gadung garang si lit i kerangen e.

Rumah Tulang Belulang pada Suku Karo



Geriten adalah salah satu bentuk bangunan tradisional pada suku Karo. Geriten juga berbentuk seperti rumah adat, tetapi bentuknya jauh lebih kecil dan mempunyai empat sisi. Geriten berdiri di atas tiang, mempunyai dua lantai. Lantai bawah tidak berdinding sedang lantai di atasnya berdinding.

Di lantai yang bawah ini terdapat sebuah pintu. Dan dari pintu inilah dimasukkan kerangka orang yang telah meninggal. Geriten berfungsi untuk menyimpan kerangka atau tulang-tulang sanak keluarga pemilik griten yang telah meninggal di bagian atasnya sedangkan bagian bawah merupakan tempat duduk atau tempat berkumpul bagi sebagian warga, terutama kaum muda. Bagian Geriten ini merupakan tempat bertemunya seorang pemuda dengan sang gadis untuk saling lebih mengenal antara satu dengan yang lainnya.

Menurut Samaria Ginting dalam bukunya yang berjudul Ragam Hias (ornamen)Rumah Adat Batak Karo menjelaskan bahwa: Geriten adalah bangunan kayu yang hampir sama bentuknya dengan jambur, Geriten lebih kecil dari jambur, ukurannya kira-kira 2,5 meter x 2,5 meter.


Geriten (schedelhuisje) en rijstschuren, Soerbati. Date 1914-1919

Di atasnya dibuat berdinding dan didalamnya digunakan untuk tempat menyimpan tulang belulang orang yang telah meninggal cawir metua (lanjut usia). Mate cawir metua artinya meninggal dalam usia yang sudah lanjut. Seseorang yang disebut mate cawir metua berarti ia sudah mempunyai banyak turunan termasuk anak, cucu, cicit bahkan sudah berbuyut. Jenis kematian ini dianggap paling mulia.

Mengenal Cimpa, Salah Satu Makanan Penting dalam Kerja Adat Karo



Masyarakat karo memiliki banyak sekali kerja-kerja adat yang dimana antara lain kerja-kerja adat itu adalah Kerja Tahun atau merdang-merdang, pernikahan, kematian dan lainya. Selain itu masyarakat Karo juga mempunyai makanan, dimana makanan tersebut adalah cimpa. Cimpa adalah salah satu makanan yang sangat penting dan harus ada di setiap pelaksanaan kerja-kerja adat Suku Karo seperti pesta adat pernikahan, kerja tahun atau merdang-merdang dan kerja adat kematian, apabila dalam suatu kerja-kerja adat di dalam masyrakat karo itu tidak ada cimpa, maka kerja adat-adat itu rasanya ada yang kurang.

Cimpa sendiri merupakan suatu makanan yang sangat gampang dibuatnya, dan juga tidak memerlukan banyak bahan-bahan masakan, dimana cimpa itu terbuat dari adonan sagu atau tepung yang diisi dengan campuran kelapa dan gula merah atau yang disebut dengan inti, dan dibungkus dengan daun pisang ataupun daun palma. Cimpa itu sendiri terbagi atas tiga jenis yaitu cimpa unung, cimpa tuang dan cimpa matah, dimana yang menjadi perbedaan diantara jenis-jeins cimpa itu hanya cara pembuatannya saja, dan juga pembuatan cimpa itu sendiri terhitung sangat mudah. Dalam pembuatan cimpa unung, semua bahan seperti terigu atau tepung, telur, kalapa, dan gula merah diampur menjadi satu adonan, lalu digoreng diatas panci yang sudah diolesi daging lemak sapi. Sedangkan dalam pembuatan cimpa unung, sagu atau tepung ketan dicampur dengan air sedikit inolah yang merupakan namnya adonan, lalu diisi dengan sedikit campuran dari kelapa dan gula merah atau sering disebut dengan inti. Setelah adonan tadi diisi dengan inti, lalu dibungkus dengan daun pisang ataupun daun palma, dan dikukus dengan kukusan sekitar 20 sampai 30 menit.

Pada awalanya pembuataan cimpa hanya dilakukan pada saat acara kerja tahun atau merdang-merdang saja, dimana pembuataan cimpa dilakukan pada hari ke enam pada saat kerja tahun atau merdang-merdang dan disediakan di setiap rumah-rumah yang ada disuatu kampong yang sedang melaksanakan kerja Tahun. Tetapi pada saat ini, disetiap kerja-kerja adat Karo selalu disediakan cimpa yang berfungsi sebagai makanan penghidang setelah acara makan-makan telah selesai.

Dari maka itu, cimpa merupakan salah satu makanan yang sangat penting dalam kerja-kerja adat masyarakat Karo

"Sejarah Kerajaan Batak"



Prasejarah 

Beberapa kerajaan mulai terbentuk dan memerintah tanah Batak sejak tahun 1000 SM di Sianjur Mula-mula tepatnya di kaki bukit Pusuk Buhit. Kumpulan kerajaan-kerajaan huta ini berkumpul dalam persemakmuran kerajaan Batak. Mereka ini merupakan turunan dari kubu Tatea Bulan.

Menurut Uli Kozok, dalam Aschim Sibeth, The Batak, di tanah Batak telah bermukim kelompok manusia pemburu, nomadic hunters, di zaman Palaeolithic. Namun ledakan gunung toba sekitar 75.000 tahun yang lalu telah mengganggu habitat mereka. Ledakan tersebut mengeluarkan lava dan magma sampai ke Sri Langka dan Selat Bengal.

Peralatan-peralatan batu yang ditemukan dibawah lapisan-lapisan lava tersebut, setelah digali, merupakan bukti adanya kehadiran manusia sebelum ledakan tersebut. Namun diyakini hanya sedikit diantara mereka yang dapat menyelamatkan diri.


Karya Seni Masyarakat Suku Karo



Sebagai masyarakat yang telah menetap, tentu saja, masyarakat Karo juga telah menghasilkan karya-karya sebagai apresiasi jiwa seninya. Hal ini tentu tampak dari hasil karya seninya. Beberapa karya seni yang berkembang dalam masyarakat Karo adalah Seni suara, Seni gerak, Seni tenun, Seni bangunan, dan Seni sastra.

Berikut adalah keterangan singkatnya 

01. Seni Suara (Erkata Gendang)

Diketahui bahwa sebelum tahun 1800-an suku Karo belum mengenal seni suara secara mendalam. Namun, setelah melalui perjalanan waktu yang panjang, muncullah tanda-tanda nyata seni suara tersebut. Sebagai awalnya, masih berupa vokal panjang seperti memanggil seseorang , memanggil binatang peliharaan, menghalau burung, dan lain sebaginya. Dapat dikatakan suara-suara tersebut bersahut-sahutan dan ditemukan nada tertentu. Dari suara yang bersahut-sahutan timbullah seni suara walaupun masih belum memiliki tempo dan nada yang biasa. Dan, ketika satu lagu muncul maka lagu-lagu lainnya juga akan turut mengikut. Kemudian seiring berjalannya waktu timbullah orang yang memiliki keahlian menyanyi dan menggelutinya sebagai profesi yang kerap dipanggil sebagai perende-ende. Lagu ini masih berbau sedih dan digunakan untuk mengantar suatu cerita, doa, dan syukur, serta masih sejenis baik yang dinyanyikan oleh wanita maupun pria.

Suku Karo Mengantung Emas di Lehernya





Pernikahan Jhon Sukses dan Ika Efelina

Pakaian Adat Karo dengan Perhiasan Emas

Coba perhatikan pakaian adat pernikahan suku Karo disebelah ini. Dapatkan dibayangkan bahwa pakaian adat seperti ini sangat jarang dan lanka/unik. Karena pakaian adat ini dihiasi oleh emas. Pakaian adat bertabur emas, tentunya bukan sembarangan dan pasti memilki latar belakang yang tinggi dan kaya. Karena emas merupakan benda yang mulia, maka selain perkawinan Suku Karo itu begitu penting dan juga mulia.

Perkawinan suku Karo adalah mengawinkan dua keluarga besar, mengawinkan tiga kelompok besar yang dikenal dalam Suku Karo yaitu SUKUT (keluarga yang mengawinkan anak lelaki), KALIMBUBU (keluarga pihak perempuan) dan ANAK BERU (Keluarga dari penangung jawab kerja adat).

KEKERABATAN DALAM RUMAH ADAT KARO



Besar kemungkinan, Suku Karo dulunya kalau membuka desa baru sebagai hunian baru, berangkat dengan delapan keluarga atau kelipatannya. Ini tampak dengan rumah adat yang dibangun mereka, dihuni dengan delapan keluarga.
Memang ada juga rumah adat yang dihuni empat keluarga. Tapi, umumnya hunian delapan keluargalah yang banyak didirikan.
















Petak hunian per keluarga paling 3m X 4m. Disitu memasak, makan sekeluarga termasuk cuci piring. Begitu pula tidur sekeluarga, ibu ayah dan anak yang belum akilbalig. Anak yang sudah akilbalig, tidur di lumbung padi buat anak laki dan anak perempuanya tidur di jambur semacam ruang pertemuan warga desa.

RUMAH UMANG ( GUA KEMANG ) RUMAH Rumah Orang Bunian



Batoe Kemang atau Gua Umang , Siboelangit, 1906

Gua Umang atau Batu Kemang oleh J.H Neumann 
Salah sada dokumen emekap tulisen Pandita JH Neumann tahun 1905, kira kira seratus enem tahun si lewat, judulna “Rumah Umang” (Gua Kemang). I ja kin rumah umang, janah kai kin umang?

Adi nina tua tua kalak Karo, umang emekap sejenis mahluk halus si mirip ras jelma tapi belinna kira kira seperempat belin jelma biasa. Erdalan mungkuk janah tukul tukulna arah lebe, kambal kambalna ngala ku pudi. Umang beluh ngelimun (menghilang), emaka labo teridah adi lakin dua lapis pengenen matanta, pala ate umang kin encidahken bana. Nina kin kunu (konon), nai nai pernah nge anak kuta sekitar Sibolangit babaken umang.

Kenca bene kira kira dua minggu, rempet ia seh i darat kuta. Orang tua, kade kade ras pe anak kuta enggo latih daram daram ise pe la ngidahsa sepulu telu wari dekahna. Emaka nuri nuri me si bene enda ndai maka mbaru denga ia ndahi kerja kerja meriah i sada kuta si sehkal jilena. Erkata gendang, suari berngi, landek landek, man minem, uis mejile, ayam ayam pirak mbentar ras emas megersing, tempa tempa tading ibas astana kerajan si sampur dadih ras tengguli.