Geriten
adalah salah satu bentuk bangunan tradisional pada suku Karo. Geriten juga
berbentuk seperti rumah adat, tetapi bentuknya jauh lebih kecil dan mempunyai
empat sisi. Geriten berdiri di atas tiang, mempunyai dua lantai. Lantai bawah
tidak berdinding sedang lantai di atasnya berdinding.
Di
lantai yang bawah ini terdapat sebuah pintu. Dan dari pintu inilah dimasukkan
kerangka orang yang telah meninggal. Geriten berfungsi untuk menyimpan kerangka
atau tulang-tulang sanak keluarga pemilik griten yang telah meninggal di bagian
atasnya sedangkan bagian bawah merupakan tempat duduk atau tempat berkumpul
bagi sebagian warga, terutama kaum muda. Bagian Geriten ini merupakan tempat
bertemunya seorang pemuda dengan sang gadis untuk saling lebih mengenal antara
satu dengan yang lainnya.
Menurut
Samaria Ginting dalam bukunya yang berjudul Ragam Hias (ornamen)Rumah Adat
Batak Karo menjelaskan bahwa: Geriten adalah bangunan kayu yang hampir sama
bentuknya dengan jambur, Geriten lebih kecil dari jambur, ukurannya kira-kira
2,5 meter x 2,5 meter.
Geriten
(schedelhuisje) en rijstschuren, Soerbati. Date 1914-1919
Di
atasnya dibuat berdinding dan didalamnya digunakan untuk tempat menyimpan
tulang belulang orang yang telah meninggal cawir metua (lanjut usia). Mate
cawir metua artinya meninggal dalam usia yang sudah lanjut. Seseorang yang
disebut mate cawir metua berarti ia sudah mempunyai banyak turunan termasuk
anak, cucu, cicit bahkan sudah berbuyut. Jenis kematian ini dianggap paling
mulia.
Pada
saat itulah diadakan upacara adat yang disebut nurun-nurun (upacara kematian).
Kemudian tulang-tulang atau kerangka yang sudah kering itu dibungkus dengan
kain putih, lalu dimasukkan ke dalam geriten, diikuti dengan upacara yang
disebut nurun-nurun.
Geriten
adalah rumah khusus yang dibuat untuk tempat menyimpan tulang-tulang atau
kerangka manusia yang telah meninggal dunia. Kerangka yang ditempatkan di
geriten adalah kerangka penghulu (kepala kampung/ kepala desa). Di samping itu
orang tersebut harus mempunyai pekerti, kewibawaan dan tingkah laku yang
menjadi teladan bagi masyarakat dan karenanya akan dirayakan setiap waktu
tertentu untuk mengenang tingkah lakunya tersebut.
Jurnal
SeniRupa FBS-Unimed, Vol.7 No.2 Desember 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar