Minggu, 16 Juni 2013

Rumah Tulang Belulang pada Suku Karo



Geriten adalah salah satu bentuk bangunan tradisional pada suku Karo. Geriten juga berbentuk seperti rumah adat, tetapi bentuknya jauh lebih kecil dan mempunyai empat sisi. Geriten berdiri di atas tiang, mempunyai dua lantai. Lantai bawah tidak berdinding sedang lantai di atasnya berdinding.

Di lantai yang bawah ini terdapat sebuah pintu. Dan dari pintu inilah dimasukkan kerangka orang yang telah meninggal. Geriten berfungsi untuk menyimpan kerangka atau tulang-tulang sanak keluarga pemilik griten yang telah meninggal di bagian atasnya sedangkan bagian bawah merupakan tempat duduk atau tempat berkumpul bagi sebagian warga, terutama kaum muda. Bagian Geriten ini merupakan tempat bertemunya seorang pemuda dengan sang gadis untuk saling lebih mengenal antara satu dengan yang lainnya.

Menurut Samaria Ginting dalam bukunya yang berjudul Ragam Hias (ornamen)Rumah Adat Batak Karo menjelaskan bahwa: Geriten adalah bangunan kayu yang hampir sama bentuknya dengan jambur, Geriten lebih kecil dari jambur, ukurannya kira-kira 2,5 meter x 2,5 meter.


Geriten (schedelhuisje) en rijstschuren, Soerbati. Date 1914-1919

Di atasnya dibuat berdinding dan didalamnya digunakan untuk tempat menyimpan tulang belulang orang yang telah meninggal cawir metua (lanjut usia). Mate cawir metua artinya meninggal dalam usia yang sudah lanjut. Seseorang yang disebut mate cawir metua berarti ia sudah mempunyai banyak turunan termasuk anak, cucu, cicit bahkan sudah berbuyut. Jenis kematian ini dianggap paling mulia.

Pada masyarakat Karo dahulu, setelah orang meninggal, tidak langsung dikebumikan tetapi diadakan upacara adat kematiannya untuk menghormati jenazahnya. Jenazah dimakamkan untuk sementara. Setelah beberapa tahun lamanya, makam digali kembali untuk mengambil tulang-tulangnya dan dikumpulkan dan disimpan dalam geriten.

Pada saat itulah diadakan upacara adat yang disebut nurun-nurun (upacara kematian). Kemudian tulang-tulang atau kerangka yang sudah kering itu dibungkus dengan kain putih, lalu dimasukkan ke dalam geriten, diikuti dengan upacara yang disebut nurun-nurun.

Geriten adalah rumah khusus yang dibuat untuk tempat menyimpan tulang-tulang atau kerangka manusia yang telah meninggal dunia. Kerangka yang ditempatkan di geriten adalah kerangka penghulu (kepala kampung/ kepala desa). Di samping itu orang tersebut harus mempunyai pekerti, kewibawaan dan tingkah laku yang menjadi teladan bagi masyarakat dan karenanya akan dirayakan setiap waktu tertentu untuk mengenang tingkah lakunya tersebut.

Jurnal SeniRupa FBS-Unimed, Vol.7 No.2 Desember 2010

Tidak ada komentar: