Bangsa yang besar adalah bangsa yang
menghargai sejarahnya. Dalam sejarah bangsa tidak terlepas dari
peradaban dan budayanya. Tingginya peradaban dan budaya akan terlihat
dalam peninggalan budaya, peralatan rumah tangga dan rumahnya.
Simbol-simbol akan tampak dalam peradaban dan budaya itu sendiri. Begitu
juga dengan suatu suku bangsa Karo, tentu mempunyai banyak simbol.
Tulisan ini bukan membawa kea rah pemikiran sempit kesukuan, tapi lebih
mengarah kedepan bagaimana keberadaan suatu suku diharapkan dimasa yang
akan datang, dalam tatanan suku-suku diantara bangsa Indonesia.
Bila
kita mempelajari sejarah bangsa Indonesia, apa yang dicapai sekarang
merupakan akumulasi dan perkembangan dari masa lalu. Dengan kata lain
dengan modal masa lalu kita tatap masa depan. Masalahnya, bagaimana
memilih diantara banyak symbol untuk digunakan simbol masa depan.
Simbol Sumpah Palapa “menyatukan nusantara”, Sumpah Pemuda menyatakan
“kedaulatan rakyat” dan kaum wanita sosok kartini sebagai simbol
“kemajuan berpikir wanita”. Demikian juga suku Karo, simbol apa
digunakan untuk masa depan. Antara lain simbol terdapat di masyarakat
Karo:
- Capah dan pinggan Pasu adalah simbol kenikmatan makan bersama
- Sekin, pisau belati dan tumpuk lada simbol sebagai pekerja dan peralatan senjata
- Ukat dan kudin simbol peralatan rumah tangga.
- Kampil dan isinya simbol pergaulan
- Gung, kulcapi, baluat,surdam sarunai, penganak dan gendang symbol kesenian
- Maba belo selambar symbol perkenalan keluarga dalam proses pelamaran
- Nganting manuk symbol satu keluarga melamar pihak perempuan
- Kerja symbol pengesahan secara peradatan perkawinan
- Luah kalimbubu singalo bere-bere simbol kemandirian dan berkat untuk berkeluarga
- Amak mbentar simbol keberadaan dan penghormatan
- Aron simbol kebersamaan dalam kesetiakawanan dalam bekerja.
- Rumah adat siwaluh jabu simbol kebersamaan , kesatuan keluarga dalam tata cara adat.
- Uis gara, Uis Nipes beka buluh, Gatip dan Kampuh simbol tata busana pakaian Karo.
- Jambur simbol tempat pertemuan musyawarah mufakat
- Ertutur merupakan symbol tata pergaulan Karo.
Dalam
kehidupan peradaban dan peradatan Karo simbol ini banyak tidak dipakai
disesuaikan dengan kondisi dan situasi. Ada juga menganggap itu tidak
perlu atau seadanya saja. Kalau kita sepakat bahwa symbol ini
menunjukkan tingginya peradaban dan peradatan maka perlu ditegaskan
kembali arti pentingnya dan komitmen akan symbol tersebut. Filosofis
symbol ini mungkin mempunyai makna yang mendalam dari nenek moyang sejak
dahulu, apakah mestinya hal itu dilupakan. Sudah merupakan kewajiban
generasi penerus untuk menjaga dan mengembangkan symbol ini di masa
mendatang.
Butuh simbol
Dalam
berbangsa dan bernegara perlu simbol seperti rambu lalulintas yang
mengatur kapan maju, berhenti dan belok, semua ada aturannya, begitu
juga di masyarakat suku Karo perlu simbol. Symbol ini yang mengatur dan
bagaimana peradaban dan peradatan dilakukan. Dalam kehidupan era
globalisasi ini terjadi degradasi symbol symbol entah itu alasan kuno,
kepraktisan, buang-buang waktu ataupun ketergantungan ke pihak tertentu.
Seperti contoh, “Uis gara “dan “uis nipes”
dulu sebagian proses produksi seperti pencelupan, dibuat di taneh Karo
sekitar berastagi, dewasa ini usaha seperti itu tidak ada, sehingga uis gara dan
lainnya diproduksi oleh Batak Toba di daerah Balige. Apa konsekwensinya
seperti ini, banyak yang dibuat uis nipes bukan sesuai triwarna budaya
Karo seperti, hijau ungu dan lain sebagainya. Ini merupakan proses
evolusi penghilangan symbol tatabusana adat Karo. Pemerintah daerah
dalam hal ini mestinya memberikan stimulus agar ada pengusaha Karo yang
rela berinvestasi dalam hal ini.
Didalam
peradaban suku Karo ada beberapa rumah adat dimana kondisinya sudah
memprihatinkan. Dengan tidak adanya upaya penyelamatan peninggalan
tersebut menunjukkan adanya penurunan symbol Karo. Rumah adat Karo
menunjukkan tingginya peradaban Karo, maka hal ini perlu dipugar.
Di dalam peradatan Karo, kalo dulu Luah kalimbubu
benar-benar merupakan pemberian tanda kasih kepada bebere sama anaknya
yang dipestakan. Masih saya ingat dimasa kecil bahwa ada keluarga
memberikan sepetak ladang atau sawah Luah Kalimbubu, makanya banyak hak tanah, pemberian kalimbubu kepada anak beru ( bebere). Realitas yang ada sekarang, oleh karena yang didapatkan anak perempuan itu bukan bebere ndeher atau orang lain , Luah Kalimbubu berubah menjadi Luah kalimbubu Simanjilenken, terjadi degradasi simbol. Kalau ingin lebih berarti mengapa tidak berpijak pada suatu realitas, misalnya bebere adalah tukang ojek, maka luah kalimbubu diberikan sepeda motor bekas misalnya.
Didalam kekrabatan bekerja bersama-sama ke ladang atau sawah, bisa dikatakan berubah motivasi. Kalau aron masa
lalu sama sama bekerja di ladang atau sawah si A, besok si B dan
seterusnya bergiliran sesuai dengan banyaknya anggota Aron. Namun dewasa
ini Aron sama dengan sama-sama bekerja untuk untuk mendapatkan
upah, hal ini sangat marak di Berastagi dengan mendatangkan pihak
pekerja dari luar Kabupaten Karo. Perbedaan mendasar disini adalah
motivasi dan ikatan emosional tidak ada.
Mungkin perlu digalakkan semangat Aron oleh pemerintah daerah, dengan tidak semata-mata bermotivasikan upah.
Musik
tradisionil kesenian Karo sangat syahdu dan bagus kedengaran di
telinga, namun, dewasa ini kondisi seni musik tradisionil ini sangat
memprihatinkan dan pangsa pasarnya pun kecil lebih menjurus digunakan
pada saat kematian saja. Bila dilihat sebab musababnya karena tren musik
modern sudah merasuk ke masyarakat, kedua masyarakat sendiri susah
mengikuti musik tradisionil ini.
Apapun
alasannya seni tradisionil Karo merupakan tingginya peradaban Karo,
maka sebaiknya di pertahankan dan dikembangkan. Sudah merupakan tanggung
jawab kita secara bersama sama mengembangkan symbol peradaban seperti
ini. Alangkah indahnya seni musik modern berjalan, namun seni
tradisionil tetap dipertahankan bukan mengambil alih seni tradisionil
Karo.
Begitu juga dengan sikuning-kuningen dan cerita dongeng
merupakan symbol karya cerita dan sastra. Dewasa ini tidak adalagi
generasi penerus dan minat generasi baru untuk menggali dan
mengembangkan karya seperti itu. Padahal dulu saya masih sangat terkesan
dengan cerita kak koang tangkona bungaku dan cerita putrid hijau. Ini
menunjukkan tingkat kecerdasan suatu bangsa.
Simbol Masa Depan
Bangsa
Indonesia mempunyai banyak symbol berbangsa dan bernegara antara lain
Pancasila, bagaimana dengan Karo di masa mendatang symbol apa yang dapat
dikembangkan kepihak luar Karo, yang dapat menunjukkan bahwa jati diri
orang Karo dapat tercermin dari symbol symbol yang dimiliki. Simbol
symbol diatas merupakan symbol yang digunanakan secara internal orang
Karo, menjadi masalah kedepan adalah perlunya symbol yang dapat
memperkaya khasanah budaya Indonesia secara nasional atau bahkan secara
internasional. Marilah kita mencoba bersama sama merumuskan masalah
symbol kedepan, agar Karo dapat menunjukkan keberadaannya ditengah
bangsa Indonesia dan Dunia.
Oleh; Drs. Liasta karo-Karo Surbakti
Ketua DPD HMKI Sejabotabek.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar