Jumat, 20 April 2012

Degradasi Simbol Ke-Karo-an

Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarahnya. Dalam sejarah bangsa tidak terlepas dari peradaban  dan budayanya. Tingginya peradaban dan budaya akan terlihat dalam peninggalan budaya, peralatan rumah tangga dan rumahnya. Simbol-simbol akan tampak dalam peradaban dan budaya itu sendiri. Begitu juga dengan suatu suku bangsa Karo, tentu  mempunyai banyak simbol. Tulisan ini bukan membawa  kea rah pemikiran sempit kesukuan, tapi lebih mengarah kedepan bagaimana keberadaan suatu suku diharapkan dimasa yang akan datang, dalam tatanan suku-suku diantara bangsa Indonesia.

Kaya Simbol    
Bila kita mempelajari sejarah bangsa Indonesia, apa yang dicapai sekarang merupakan akumulasi dan perkembangan dari masa lalu. Dengan kata lain dengan modal masa lalu kita tatap masa depan. Masalahnya, bagaimana memilih diantara banyak symbol untuk digunakan simbol  masa depan. Simbol Sumpah Palapa “menyatukan nusantara”, Sumpah Pemuda menyatakan “kedaulatan rakyat” dan kaum wanita sosok kartini sebagai simbol “kemajuan berpikir wanita”. Demikian juga suku Karo, simbol apa digunakan untuk masa depan.  Antara lain  simbol terdapat di masyarakat Karo:
  • Capah dan pinggan Pasu adalah simbol  kenikmatan makan bersama
  • Sekin, pisau belati dan tumpuk lada simbol sebagai pekerja dan peralatan senjata
  • Ukat dan kudin simbol peralatan rumah tangga.
  • Kampil dan isinya simbol pergaulan
  • Gung, kulcapi, baluat,surdam sarunai, penganak dan gendang symbol kesenian
  • Maba belo selambar symbol perkenalan keluarga dalam proses pelamaran
  • Nganting manuk symbol satu keluarga melamar pihak perempuan
  • Kerja symbol pengesahan secara peradatan perkawinan
  • Luah kalimbubu singalo bere-bere simbol kemandirian dan berkat  untuk berkeluarga
  • Amak mbentar simbol keberadaan dan penghormatan
  • Aron simbol kebersamaan dalam kesetiakawanan dalam bekerja.
  • Rumah adat siwaluh jabu simbol kebersamaan , kesatuan keluarga dalam tata cara adat.
  • Uis gara, Uis Nipes beka buluh, Gatip dan Kampuh simbol tata busana pakaian Karo.
  • Jambur simbol tempat pertemuan musyawarah mufakat
  • Ertutur merupakan symbol tata pergaulan Karo.
Dalam kehidupan peradaban dan peradatan Karo simbol ini banyak tidak dipakai disesuaikan dengan kondisi dan situasi. Ada juga menganggap itu tidak perlu atau seadanya saja. Kalau kita sepakat bahwa symbol ini menunjukkan tingginya peradaban dan peradatan maka perlu ditegaskan kembali arti pentingnya dan komitmen akan symbol tersebut. Filosofis symbol ini mungkin mempunyai makna yang mendalam dari nenek moyang sejak dahulu, apakah mestinya hal itu dilupakan. Sudah merupakan kewajiban generasi penerus untuk menjaga dan mengembangkan symbol ini di masa mendatang.

Butuh simbol
Dalam berbangsa dan bernegara perlu  simbol seperti rambu lalulintas yang mengatur kapan maju, berhenti dan belok, semua  ada aturannya, begitu juga di masyarakat  suku Karo perlu simbol. Symbol ini yang mengatur dan bagaimana peradaban dan peradatan dilakukan. Dalam kehidupan era globalisasi ini terjadi degradasi symbol symbol entah itu alasan kuno, kepraktisan, buang-buang waktu ataupun ketergantungan ke pihak tertentu.

Seperti contoh, “Uis gara “dan “uis nipes” dulu  sebagian proses produksi seperti pencelupan, dibuat di taneh Karo sekitar  berastagi, dewasa ini usaha seperti itu tidak ada, sehingga uis gara dan lainnya diproduksi oleh Batak Toba di daerah Balige. Apa konsekwensinya seperti ini, banyak yang dibuat uis nipes bukan  sesuai triwarna budaya Karo seperti, hijau ungu dan lain sebagainya. Ini merupakan proses evolusi penghilangan symbol tatabusana adat Karo. Pemerintah daerah dalam hal ini mestinya memberikan stimulus agar ada pengusaha Karo yang rela berinvestasi dalam hal ini.

 Didalam peradaban suku Karo ada beberapa rumah adat dimana kondisinya sudah memprihatinkan. Dengan tidak adanya upaya penyelamatan peninggalan tersebut menunjukkan adanya penurunan symbol Karo. Rumah adat Karo menunjukkan tingginya peradaban Karo, maka hal ini perlu dipugar.
Di dalam peradatan Karo, kalo dulu Luah kalimbubu benar-benar merupakan pemberian tanda kasih kepada bebere sama anaknya yang dipestakan. Masih saya ingat dimasa kecil bahwa ada keluarga memberikan sepetak ladang atau sawah Luah Kalimbubu, makanya banyak hak tanah, pemberian kalimbubu kepada anak beru ( bebere). Realitas yang ada sekarang,  oleh karena  yang didapatkan anak perempuan itu bukan bebere ndeher  atau orang lain , Luah Kalimbubu berubah menjadi Luah kalimbubu Simanjilenken, terjadi degradasi simbol. Kalau ingin lebih berarti mengapa tidak berpijak pada suatu realitas, misalnya bebere adalah tukang ojek, maka luah kalimbubu diberikan sepeda motor bekas misalnya.
 Didalam kekrabatan bekerja bersama-sama ke ladang atau sawah, bisa dikatakan berubah motivasi. Kalau aron masa lalu sama sama bekerja di ladang atau sawah si A, besok si B dan seterusnya bergiliran sesuai dengan banyaknya anggota Aron. Namun dewasa ini Aron sama dengan sama-sama bekerja untuk untuk mendapatkan upah, hal ini sangat marak di Berastagi dengan mendatangkan pihak pekerja dari luar Kabupaten Karo. Perbedaan mendasar disini adalah motivasi dan ikatan emosional tidak ada.
Mungkin perlu digalakkan semangat Aron oleh pemerintah daerah, dengan tidak semata-mata bermotivasikan upah.

Musik tradisionil kesenian Karo sangat syahdu dan bagus kedengaran di telinga, namun, dewasa  ini kondisi seni musik tradisionil ini sangat memprihatinkan dan pangsa pasarnya pun kecil lebih menjurus digunakan pada saat kematian saja. Bila dilihat sebab musababnya karena tren musik modern sudah merasuk ke masyarakat, kedua masyarakat sendiri susah mengikuti musik tradisionil ini.
Apapun alasannya seni tradisionil Karo merupakan tingginya peradaban Karo, maka sebaiknya di pertahankan dan dikembangkan. Sudah merupakan tanggung jawab kita secara bersama sama mengembangkan symbol peradaban seperti ini. Alangkah indahnya  seni musik modern berjalan, namun seni tradisionil tetap dipertahankan bukan mengambil alih seni tradisionil Karo.
Begitu juga dengan sikuning-kuningen dan cerita dongeng  merupakan symbol karya cerita dan sastra. Dewasa ini tidak adalagi generasi penerus dan minat generasi baru untuk menggali dan mengembangkan karya seperti itu. Padahal dulu saya masih sangat terkesan dengan cerita kak koang tangkona bungaku dan cerita putrid hijau. Ini menunjukkan tingkat kecerdasan suatu bangsa.

Simbol Masa Depan
Bangsa Indonesia mempunyai banyak symbol berbangsa dan bernegara antara lain Pancasila, bagaimana dengan Karo di masa mendatang symbol apa yang dapat dikembangkan kepihak luar Karo, yang dapat menunjukkan bahwa jati diri orang Karo dapat tercermin dari symbol symbol yang dimiliki. Simbol symbol diatas merupakan symbol yang digunanakan secara internal orang Karo, menjadi masalah kedepan adalah perlunya symbol yang dapat memperkaya khasanah budaya Indonesia  secara nasional atau bahkan secara internasional. Marilah kita mencoba bersama sama merumuskan masalah symbol kedepan, agar Karo dapat menunjukkan keberadaannya ditengah bangsa Indonesia dan Dunia.

Oleh; Drs. Liasta karo-Karo Surbakti
Ketua DPD HMKI Sejabotabek.

Tidak ada komentar: